Selasa, 15 April 2014

Cinta Tanpa Degup Jantung

That was my first kiss.
      Malam itu hujan derasnya, aku kedinginan, baju dan celana yang membalut tubuhku basah oleh hujan. Kami berhenti beberapa kali untuk berteduh dari pedihnya rintik hujan yang menerpa. Sebasah-basahnya aku, lebih basah dirinya, meski sudah memakai jaket, air tetap mampu menembus dadanya. Ia mengantarku pulang ke kos, aku tak tega melihat dia kembali ke kosnya dalam keadaan hujan masih sangat deras. Kuajak dia berteduh dulu di teras kos, menunggu hujan reda. Ditemani dengan kue sempat kubeli, kami nikmati bandung yang tadi sempat terbeli, ditemani segelas teh panas, berusahi mengurangi hawa dingin yang menerpa.
       Sesungguhnya, hari itu adalah hari tersial dalam hidupku, karena malam itu, dia dan aku ditilang oleh polisi untuk kesalahan yang absurd. Lugunya, atau bisa dibilang bodohnya, kami mau saja ditipu oleh polisi yang sedang nipu. Uang senilai 250ribu melayang masuk ke dompet polisi keparat itu. Dia begitu marah tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak peduli lagi karena percuma saja memaki, uang itu juga tak akan kembali. 
      Kesialan selanjutnya, malam itu pula aku kehilangan ponsel baruku yang baru saja kubeli seminggu yang lalu. Hanya bisa menghela nafas ketika menyadari ponselku sudah tidak ada lagi di kantongku. Sial. Cuma itu yang aku pikirkan. Aku tidak menangis sama sekali, sungguh. Lagi-lagi, percuma menangis, ponselku tak akan kembali lagi. Sementara dia begitu merasa bersalah atas kesialan yang terjadi malam itu. Ia mencoba menghubungi nomorku, namun hasilnya nihil, tentu saja. Nomorku tak bisa dihubungi, ponsel itu pasti mati karena terjatuh, ditambah lagi terguyur air hujan, alat elektronik itu pasti nge-hang. Pikirku sederhana, ponsel itu pasti terjatuh saat dalam perjalanan pulang, terjatuh dari kantong celanaku, karena jalan yang tidak rata ditambah ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Aku sama sekali tidak sadar jika ponselku terjatuh karena aku sibuk berpegangan padanya, berlindung di balik punggungnya dari hujan, sibuk menstabilkan diriku yang terguncang karena jalan yang tak rata. Aahh sudahlah, relakan saja. 
      Entah apa yang dipikirkannya, ia lebih banyak diam, mengeluhkan kesialan hari ini lewat diam. Sementara aku sibuk memakan kue bandung yang tetap nikmat meski tak lagi panas. Sesekali aku menatapnya, mencoba menerawang benaknya, kupikirkan apa yang bisa kulakukan untukknya agar tak lagi merasa terbebani. Seketika pikiran nakalku hadir, dan ya aku ingin melakukannya. 
      Aku mencium pipinya tiba-tiba tanpa ia pernah sadari. Ia terlihat begitu terkejut dan salah tingkah, bingung harus bagaimana Dan seketika pula aku malu, menyesali kelakuan nakalku ini. Aku langsung menyuruhnya pulang, kebetulan hujan juga sudah reda. Setidaknya aku tidak harus berkata apa-apa untuk beralasan. Dia pergi dengan sumringah, dan aku lihat itu. 
       Pertama kalinya dalam hidupku aku mencium seorang lelaki. Namun ada yang aneh kurasakan. Kupikir jantung ini akan terpicu berdegub kencang tak beraturan, kupikir aku akan salah tingkah semalaman, kupikir aku akan sangat bahagia, tapi nyatanya tidak. Aku biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Perasaanku datar, flat, lurus, tak bergejolak. Ini membuatku merasa begitu aneh, saat itu pula aku mulai ragu, kenapa aku seperti ini? apa aku sungguh menyayanginya? atau aku hanya membutuhkannya? Apakah rasa ini benar ada? atau hanya aku yang mengada-ada? Cause that was my first kiss, why does it feel flat? Benarkah cinta ini ada? Karena sepertinya hanya dia yang terlihat begitu bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar