Senin, 03 Februari 2014

Aku Harap ini Benar Cinta

      Aku tidak pernah menyangka akan merasakan ini. Aku tidak mengira akan seperti ini. Jujur ini jauh dari bayanganku tetapi aku berterima kasih karena masih diberi kesempatan untuk dicintai. Ini pertama kalinya aku benar-benar dicintai, benar-benar di sayangi, benar-benar diberikan apa yang aku mau, pertama kali segala perhatiannya hanya untukku. Rasanya menyenangkan, rasanya seperti menjadi seseorang yang istimewa, mungkin ini yang disebut kasmaran.
      Dia. Dia yang datang padaku, dengan senyum menawarkan semua yang aku butuhkan. Aku menerima semua kebaikan yang dia berikan. Sungguh aku sama sekali tidak sadar kalau ada rasa dibalik semua perhatiannya. Kupikir dia memang baik, karena memang dia baik pada semua orang, ternyata tidak untukku. Aku tidak tahu sejak kapan dia menyukaiku, semua hanya bermula dari sebuah ejekan dari sesama siswa polos ketika aku duduk mengobrol berdua dengannya.
      Sore itu, sehabis berenang bersama pelatih dan siswa lainnya, kami berpencar mencari tempat berteduh agar tubuh ini tak lagi basah, ya, hujan menahan kami tetap di sini. Begitu pula denganku, aku pun tak ingin dingin semakin menyergap tubuhku yang sudah menggigil. Hanya disampingnya, ada tempatku untuk berteduh. Aku duduk disampingnya, memandangi ke semua penjuru tanpa fokus. Dibanding harus diam, kalah oleh derasnya rintik hujan, lebih baik aku mengobrol dengannya, pikirku sederhana. Aku mulai mengajaknya bicara, mengobrol tentang banyak hal, tentang rumah, tentang kuliah, tentang kalimantan tentunya, karena kami berasal dari pulau yang sama. kami terlalu asyik berbincang hingga tak sadar jika yang lain begitu memperhatikan kami. Dari sinilah ejekan anak kecil mulai muncul.. ecieee... 
      Hanya senyum, respon termudahku, karena bagiku aku dan dia tidak ada apa-apa. Dia kuanggap seperti adikku saja karena dia memang masih anak smester satu sedangkan aku satu tingkat diatasnya, semester tiga. Ditambah lagi saat itu, aku sedang tergila-gila dengan orang lain, salah satu pelatihku. Sama sekali tak ada perasaan apa-apa tentangnya. Sungguh. Namun aku tak tau dengannya...
    Sejak saat itu, kami semakin akrab karena ia selalu mengajakku mengikuti berbagai kegiatan PSHT. Aku senang mengikuti kegiatan itu pun, karena semua kegiatan itu direncanakan oleh pelatihku yang aku sukai, oleh karena itu, aku rela menyibukkan diri. Lama-kelamaan, ia semakin baik padaku, ia menjemputku, meminjamkan aku gambarannya, ia mengajariku materi yang tak mampu ku handle saat latihan, ia rela berhujan-hujanan karenaku. Terlebih sikapnya, perkataannya, dan tatapannya semakin menunjukkan dia menyukaiku terlebih lagi dihadapan para pelatih, membuatku yakin dia menyukaiku. Aku tidak tahu harus bersikap apa, aku sama sekali tidak merasakan deg-deg kan di dekatnya. Dan ia terlalu muda untukku. Namun, aku sudah terlanjur meminta banyak kebaikan darinya, rasanya tidak adil jika aku menyakitinya. Selama ini ajakannya untuk makan berdua saja selalu ku tolak dengan berbagai alasan, karena aku takut. Aku takut untuk hal yang tak bisa aku jelaskan.
       Rasa suka pada pelatihku tak hilang meski ia pun ikut mengejekku dengan yang lain. Bagiku, tak apa yang penting aku masih bisa akrab dengannya. Seiring waktu, aku tak bisa mengabaikan ajakan dia untuk pergi bersama, hanya berdua saja. Ketika libur semester datang, semua merencanakan kepulangan ke kampung masing-masing. Begitupun dengannya, namun tidak denganku. Di hari terakhir dia berada di dekatku akhirnya ia mengajakku. Aku rasa aku akan sangat jahat ketika menolak, sehingga jadilah kami menghabiskan waktu berdua saja diatas motor berkeliling semarang. Ini menyenangkan karena sebelumnya memang belum ada yang mengajakku seperti ini. Aku menikmatinya, aku ingin memeluk pinggangnya namun masih sungkan. Aku semakin tak bisa menghindari segala kebaikannya, aku tak mungkin menghancurkan perasaannya. Dan yang aku tau, dia masih polos, dia sangat baik pada semua orang, dan dia juga muslim yang baik.
      Harii itu, aku benar-benar mencoba melihat sisi lain darinya, mungkin akan ada hal darinya yang membuat jantungku berdegub kencang bila dekatnya. Kami makan bersama, dia tahu apa yang aku sukai, dan tau apa yang benar benar ingin aku lakukan saat ini. Dia pinjamkan aku gitarnya. Dia tahu aku ingin sekali bermain gitar, dan liburan semeter ini gitar itu menginap di kamarku. Aku sungguh senang, karena bisa berain gitar adalah harapanku di tahun 2013,namun baru kali awal tahun ini, aku bisa mencoba mewujudkannya. Namun sayang, ini tetap belum bisa membuat jantungku berdegup kencang, bahkan ketika dia bilang, gitar ini untukku saja. Aku sungguh merasa bersalah dengan perasaan ini.
    Aku mencoba dengan sangat untuk menyukainya, aku tidak boleh menyakitinya. Kami mulai sering berhubungan, entah lewat sms maupun chat di facebook. Kadang aku merasa bosan dengan perbincangan kami, karena dia terlalu formal, dia terlalu takut untuk berkata-kata, dia sangat takut aku tersinggung atau marah, dan tentu menyebabkan dia jadi sering minta maaf. Dia tak seperti cowok lain yang bisa ku ajak bercanda, kreatif untuk membuat olokan baru, yang bisa saling menggombal alay satu sala lain. Dia tidak bisa, dia kaku dan tentu aku bingung bagaimana mencairkan suasana, karena ini menjenuhkan.
Sampai, suatu ketika aku benar-benar terenyuh dengan kalimatnya. Aku sama sekali dia berani mengatakan itu, dan itu yang membuatku kembali berpikir untuk tidak menyakitinya.

“I wanna say something”
“I’m listening”
“I miss you”

Aku sempat terdiam seketika setelah membaca kalimat itu, dia berani mengatakannya. Dan aku semakin tahu kalau dia benar-benar menyukaiku. Dan aku semakin merasa bersalah jika hanya memberikannya harapan palsu. Aku menjawabnya dengan niat bercanda, dan lagi-lagi dia membuatku diam.

“wow, is it really really really from ur deep deep heart??”
“yeaahh, it is really really really from my deep heart for you”
“hahaha.. I’m worry, you’re going to suicide when I leave you :p”
“hahahaha do you want to do that?”

Belum sempat aku membalas, dia sudah mengirimkan sebuah pesan baru lagi.

“I don’t want you to leave me”

      Aku hanya bisa menghela nafas panjang, hanya sebuah kalimat sederhana namun bermakna sangat dalam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Dia sungguh menyukaiku, dia sungguh takut kehilanganku, dia sungguh menjaga perasaanku, lalu apalagi yang aku takutkan. Batin dan egoku saling beradu, Hatiku sudah mulai menerimanya, karena dia satu-satunya orang yang tulus mengorbankan semuanya untukku. Namun disisi lain, aku sangat terpengaruh dengan cibiran orang. Dia masih terlalu muda, dia masih anak kemarin sore, dan dia lebih seperti adikku. Ya Tuhan, semoga aku tidak menyakitinya, aku akan menyayanginya seperti caranya menyayangiku. Bantu aku menyingkirkan pandangan negatif orang lain kalau aku terlalu gegabah mau menjalin hubungan dengan laki-laki yang lebih muda tiga tahun dibawahku. Aamiin.


 Aku harap ini benar Cinta, bukan belas kasihan ataupun balas budi. Aku sayang kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar