Aku tidak pernah menyangka akan merasakan ini. Aku
tidak mengira akan seperti ini. Jujur ini jauh dari bayanganku tetapi aku
berterima kasih karena masih diberi kesempatan untuk dicintai. Ini pertama
kalinya aku benar-benar dicintai, benar-benar di sayangi, benar-benar diberikan
apa yang aku mau, pertama kali segala perhatiannya hanya untukku. Rasanya
menyenangkan, rasanya seperti menjadi seseorang yang istimewa, mungkin ini yang
disebut kasmaran.
Dia. Dia yang datang padaku, dengan senyum menawarkan
semua yang aku butuhkan. Aku menerima semua kebaikan yang dia berikan. Sungguh
aku sama sekali tidak sadar kalau ada rasa dibalik semua perhatiannya. Kupikir
dia memang baik, karena memang dia baik pada semua orang, ternyata tidak
untukku. Aku tidak tahu sejak kapan dia menyukaiku, semua hanya bermula dari
sebuah ejekan dari sesama siswa polos ketika aku duduk mengobrol berdua
dengannya.
Sore itu, sehabis berenang bersama pelatih dan siswa
lainnya, kami berpencar mencari tempat berteduh agar tubuh ini tak lagi basah,
ya, hujan menahan kami tetap di sini. Begitu pula denganku, aku pun tak ingin
dingin semakin menyergap tubuhku yang sudah menggigil. Hanya disampingnya, ada
tempatku untuk berteduh. Aku duduk disampingnya, memandangi ke semua penjuru
tanpa fokus. Dibanding harus diam, kalah oleh derasnya rintik hujan, lebih baik
aku mengobrol dengannya, pikirku sederhana. Aku mulai mengajaknya bicara,
mengobrol tentang banyak hal, tentang rumah, tentang kuliah, tentang kalimantan
tentunya, karena kami berasal dari pulau yang sama. kami terlalu asyik
berbincang hingga tak sadar jika yang lain begitu memperhatikan kami. Dari
sinilah ejekan anak kecil mulai muncul.. ecieee...
Hanya senyum, respon termudahku, karena bagiku aku dan
dia tidak ada apa-apa. Dia kuanggap seperti adikku saja karena dia memang masih
anak smester satu sedangkan aku satu tingkat diatasnya, semester tiga. Ditambah
lagi saat itu, aku sedang tergila-gila dengan orang lain, salah satu pelatihku.
Sama sekali tak ada perasaan apa-apa tentangnya. Sungguh. Namun aku tak tau
dengannya...
Sejak saat itu, kami semakin akrab karena ia selalu
mengajakku mengikuti berbagai kegiatan PSHT. Aku senang mengikuti kegiatan itu
pun, karena semua kegiatan itu direncanakan oleh pelatihku yang aku sukai, oleh
karena itu, aku rela menyibukkan diri. Lama-kelamaan, ia semakin baik padaku,
ia menjemputku, meminjamkan aku gambarannya, ia mengajariku materi yang tak
mampu ku handle saat latihan, ia rela berhujan-hujanan karenaku. Terlebih
sikapnya, perkataannya, dan tatapannya semakin menunjukkan dia menyukaiku
terlebih lagi dihadapan para pelatih, membuatku yakin dia menyukaiku. Aku tidak
tahu harus bersikap apa, aku sama sekali tidak merasakan deg-deg kan di
dekatnya. Dan ia terlalu muda untukku. Namun, aku sudah terlanjur meminta
banyak kebaikan darinya, rasanya tidak adil jika aku menyakitinya. Selama ini
ajakannya untuk makan berdua saja selalu ku tolak dengan berbagai alasan,
karena aku takut. Aku takut untuk hal yang tak bisa aku jelaskan.
Rasa suka pada pelatihku tak hilang meski ia pun
ikut mengejekku dengan yang lain. Bagiku, tak apa yang penting aku masih bisa
akrab dengannya. Seiring waktu, aku tak bisa mengabaikan ajakan dia untuk pergi
bersama, hanya berdua saja. Ketika libur semester datang, semua merencanakan
kepulangan ke kampung masing-masing. Begitupun dengannya, namun tidak denganku.
Di hari terakhir dia berada di dekatku akhirnya ia mengajakku. Aku rasa aku
akan sangat jahat ketika menolak, sehingga jadilah kami menghabiskan waktu
berdua saja diatas motor berkeliling semarang. Ini menyenangkan karena
sebelumnya memang belum ada yang mengajakku seperti ini. Aku menikmatinya, aku
ingin memeluk pinggangnya namun masih sungkan. Aku semakin tak bisa menghindari
segala kebaikannya, aku tak mungkin menghancurkan perasaannya. Dan yang aku
tau, dia masih polos, dia sangat baik pada semua orang, dan dia juga muslim
yang baik.
Harii itu, aku benar-benar
mencoba melihat sisi lain darinya, mungkin akan ada hal darinya yang membuat
jantungku berdegub kencang bila dekatnya. Kami makan bersama, dia tahu apa yang
aku sukai, dan tau apa yang benar benar ingin aku lakukan saat ini. Dia
pinjamkan aku gitarnya. Dia tahu aku ingin sekali bermain gitar, dan liburan
semeter ini gitar itu menginap di kamarku. Aku sungguh senang, karena bisa
berain gitar adalah harapanku di tahun 2013,namun baru kali awal tahun ini, aku
bisa mencoba mewujudkannya. Namun sayang, ini tetap belum bisa membuat
jantungku berdegup kencang, bahkan ketika dia bilang, gitar ini untukku saja.
Aku sungguh merasa bersalah dengan perasaan ini.
Aku mencoba dengan sangat untuk
menyukainya, aku tidak boleh menyakitinya. Kami mulai sering berhubungan, entah
lewat sms maupun chat di facebook. Kadang aku merasa bosan dengan perbincangan
kami, karena dia terlalu formal, dia terlalu takut untuk berkata-kata, dia
sangat takut aku tersinggung atau marah, dan tentu menyebabkan dia jadi sering
minta maaf. Dia tak seperti cowok lain yang bisa ku ajak bercanda, kreatif
untuk membuat olokan baru, yang bisa saling menggombal alay satu sala lain. Dia
tidak bisa, dia kaku dan tentu aku bingung bagaimana mencairkan suasana, karena
ini menjenuhkan.
Sampai, suatu ketika aku benar-benar terenyuh dengan kalimatnya. Aku sama
sekali dia berani mengatakan itu, dan itu yang membuatku kembali berpikir untuk
tidak menyakitinya.
“I wanna say something”
“I’m listening”
“I miss you”
Aku sempat terdiam seketika setelah membaca kalimat itu, dia berani mengatakannya. Dan aku semakin tahu kalau dia benar-benar menyukaiku. Dan aku semakin merasa bersalah jika hanya memberikannya harapan palsu. Aku menjawabnya dengan niat bercanda, dan lagi-lagi dia membuatku diam.
“wow, is it really really really from ur deep deep heart??”
“yeaahh, it is really really really from
my deep heart for you”
“hahaha.. I’m worry, you’re going to
suicide when I leave you :p”
“hahahaha do you want to do that?”
Belum sempat aku membalas, dia sudah mengirimkan sebuah pesan baru lagi.
“I don’t want you to leave me”
Aku hanya bisa menghela nafas
panjang, hanya sebuah kalimat sederhana namun bermakna sangat dalam. Aku tidak
tahu harus berkata apa. Dia sungguh menyukaiku, dia sungguh takut kehilanganku,
dia sungguh menjaga perasaanku, lalu apalagi yang aku takutkan. Batin dan egoku
saling beradu, Hatiku sudah mulai menerimanya, karena dia satu-satunya orang
yang tulus mengorbankan semuanya untukku. Namun disisi lain, aku sangat terpengaruh
dengan cibiran orang. Dia masih terlalu muda, dia masih anak kemarin sore, dan
dia lebih seperti adikku. Ya Tuhan, semoga aku tidak menyakitinya, aku akan
menyayanginya seperti caranya menyayangiku. Bantu aku menyingkirkan pandangan
negatif orang lain kalau aku terlalu gegabah mau menjalin hubungan dengan
laki-laki yang lebih muda tiga tahun dibawahku. Aamiin.
Aku harap ini benar Cinta, bukan belas kasihan ataupun balas budi. Aku sayang kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar